10 Mei 2020
PARADIGMA BLT DANA DESA DALAM KERANGKA TINJAUAN HUKUM
Oleh: Dwi Puryani ( Sekretaris Desa Terung )
Wabah penyebaran virus CORONA telah memasuki babak baru dalam perkembangannya. Bukan penularannya yang menjadi persoalan utama yang berkembang di masyarakat saat ini, namun lebih pada dampak perekonomian yang menjerat sebagan masyarakat di seluruh Indonesia. Disana sini telah banyak dijumpai gelombang pemutusan kerja ataupun karyawan yang dirumahkan untuk sementara waktu oleh perusahaan –perusahaan di perkotaan sebagai penopang perekonomian negara.Hal yang sama pun juga dirasakan oleh masyarakat di tingkatan local, di desa, dimana kesulitan perekonomian juga sangat dirasakan. Kondisi ketidakpastian yang dialami oleh sebagian besar masyarakat ini memicu pemerintah pusat untuk mengeluarkan kebijakan dalam upaya penanggulangan dampak sosial ekonomi masyarakat akibat wabah COVID 19 ini.
Kebijakan Pemerintah pusat diejawantahkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Dana Desa Tahun 2020. Disebutkan dalam pasal 8A ayat (1) dalam permendesa tersebut bahwa pandemic Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan bencana yang terjadi sebagai akibat kejadian luar biasa seperti penyebaran penyakit yang mengancam dan/atau menimpa warga masyarakat secara luas atau skala besar. Penanggulangan atas dampak sosial ekonomi masyarakat dijelaskan kemudian dalam ayat (2) pasal 8A dimana Penanganan dampak pandemi COVID-19 dapat berupa BLT-Dana Desa kepada keluarga miskin di Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apakah sebenarnya Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa itu? BLT Dana Desa secara terminology diartikan sebagai bantuan untuk penduduk miskin yang bersumber dari Dana Desa (Permendesa Nomor 6:2020). Masyarakat seperti apakah yang layak untuk mendapatkan bantuan langsung tunai ini? Merujuk pada Surat Edaran Menteri Desa dan PDTT Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Surat Edaran Menteri Desa dan PDTT Nomor 08 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap Covid 19 dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa disebutkan bahwa sasaran penerima BLT Dana Desa adalah keluarga miskin Non PKH dan atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), yang kehilangan mata pencaharian, belum terdata ( exclusion error), dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun atau kronis. Indikator yang dipakai untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah mengacu pada 14 kategori kemiskinan yang meliputi:
Luas lantai < 6 M2 / orang
Lantai tanah/ bambu/kayu murah
Dinding bambu/ rumbia/ kayu murah/ tembok tanpa plesteran
Buang air besar tanpa fasilitas / bersama orang lain
Penerangan tanpa listrik
Air minum dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air hujan
Bahan bakar kayu bakar/arang/minyak tanah
Konsumsi daging/ayam/susu 1 kali /minggu
Satu stel pakaian setahun
Makan 1-2 kali/ hari
Tidak sanggup berobat ke poliklinik/ puskesmas
Sumber penghasilak KK petani berlahan < 500 m2, buruh tani, buruh nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, pekerjaan lain berupah < 600 ribu/ bulan
Pendidikan KK tidak sekolah/tidak tamat SD/ tamat SD
Tidak memiliki tabungan / barang mudah dijual minimal Rp. 500.000,-
14 indikator kategori kemiskinan ini kemudian direvisi kembali dengan dikeluarkannya Surat Edaran Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Desa Nomor 12/PRI.00/IV/2020 tanggal 27 April 2020 tentang Penegasan BLT Dana Desa poin 4 disebutkan bahwa memperhatikan banyaknya pertanyaan terkait 14 (empat belas) kriteria Keluarga Miskin calon penerima manfaat BLT Dana Desa dengan ini kami kirimkan surat Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Nomor 1261/PRI.00/IV/2020 Tanggal 14 April 2020 Perihal Pemberitahuan, disertai dengan lampirannya. Adapun lampiran yang dimaksud dalam surat Menteri Desa dan PDTT ini adalah data keluarga miskin calon penerima bantuan langsung tunai Dana Desa yang meliputi:
Nama
NIK
Alamat
Nomor rekening
Sudah Menerima JPS ( PKH, BPNT, KP)
Belum menerima JPS ( Kehilangan mata pencaharian, belum terdata, sakit kronis)
Memenuhi syarat/Tidak memenuhi syarat.
Berpijak dari kategori penentuan calon penerima bantuan langsung tunai sebagaimana tertuang didalam surat edaran terbaru dari Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, maka desa kemudian dihadapkan pada pilihan indicator kemiskinan sebagai tolok ukur penilaian calon penerima BLT. Indicator yang dimaksud ini dapat berupa konsensus yang telah disepakati bersama dalam forum musyawarah desa khusus. Kesepakatan atas indicator kemiskinan ini tentunya didasarkan pada peraturan perundang-undanganan. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Magetan pada tahun 2019 telah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Bupati Magetan Nomor 13 Tahun 2019 tentang Indikator Kemiskinan Lokal di Kabupaten Magetan. Peraturan Bupati Magetan ini lahir sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan melalui penetapan indikator rumah tangga miskin yang memenuhi kelayakan untuk dapat diusulkan kedalam Basis Data Terpadu Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. Indikator kemiskinan local inilah yang dikemudian diadopsi dalam penentuan sasaran penerima bantuan langsung tunai Dana Desa. Indikator local kemiskinan berdasarkan Perbup 13 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
Status Kepemilikan rumah (milik orang lain tanpa sewa/milik orang tua/menyewa/milik sendiri)
Luas lantai bangunan (≤ 5 m2/jiwa, ≤ 6 M2/jiwa, ≤ 7 M2/jiwa, ≥8 M2/jiwa)
Lantai terluas (tanah/plester semen atau batu bata/tegel/keramik)
Dinding terluas (bambu atau kayu kualitas rendah/tembok kualitas jelek/papan atau kayu jati/tembok kualitas baik
Sumber air minum (sungai atau air hujan/sumur atau mata air/ledeng eceran/PDAM atau membeli air kemasan)
Fasilitas BAB (tidak punya/umum/jamban bersama/milik sendiri)
Sumber Penerangan utama (ublik/sentir/petromaks, listrik numpang, PLN 450 watt, PLN 900 Watt)
Bahan Bakar utama (kayu bakar/arang/gas LPG 3 kilo/ gas LPG > 3kilo)
Jumlah anggota rumah tangga (≥ 6 orang atau seorang lansia yang hidup sebatang kara, 5 orang, 4 orang, 1-3 orang)
Jumlah rumah tangga masih sekolah (> 3 orang/2-3 orang/1 orang/0 orang
Jumlah rumah tangga yang bekerja (0 orang/1-2 orang/3 orang/>3 orang)
Jumlah KK dalam rumah tangga (> 3 KK, 3 KK, 2 KK, 1 KK0
Anggota Keluarga yang menderita sakit kronis (ada anggota keluarga yang menderita sakit kronis berat/ ada anggota keluarga yang menderita sakit kronis sedang/ ada anggota keluarga yang menderita sakit kronis ringan/ tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis)
Anggota keluarga penyandang disabilitas (penyandang disabilitas multi/ penyandang disabilitas ganda/ penyandang disabilitas tunggal/tidak ada)
Anggota keluarga kategori lanjut usia (lanjut usia terlantar/lanjut usia tidak potensial/lanjut usia potensial/tidak ada)
Pendidikan Kepala rumah tangga (tidak sekolah atau tidak tamat SD/tamat SD atau SMP/tamat SMA atau sederajat/tamat PT)
Pekerjaan utama kepala rumah tangga (tidak punya pekerjaan/pekerjaan bebas/buruh atau karyawan/wirausaha atau pedagang besar)
Penghasilan Kepala Rumah Tangga (bulan) (< 600.000/600.000 s.d 1.000.000/1.000.000 s.d 1.500.000/>1.500.000)
Aset yang dimiliki yang mudah dijual (Rp.0,- s.d Rp. 500.000,-/Rp. 500.000 s.d Rp. 1.500.000/ Rp. 1.500.000 s.d Rp. 5.000.000,-/ > Rp. 5.000.000,-)
Musyawarah desa khusus (insidental) merupakan forum tertinggi di tingkat desa dalam penetuan validasi, finalisasi sampai dengan penetapan kepala keluarga calon penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa. Konsensus yang menjadi keputusan musyawarah wajib dimonitoring dan dievaluasi oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk kemudian ditetapkan oleh Kepala Desa selaku ketua relawan desa lawan COVID 19.
Polemik atas penentuan KK penerima BLT-DD seyogyanya dapat dihindarkan apabila mekanisme penentuannya dilaksanakan sesuai alur yang tertuang dalam aturan yang melingkupi nya. Fungsi control Badan Permusyawaratan Desa terhadap BLT-DD mulai dari validasi data, finalisasi KK penerima bansos hingga pencairan bantuan sosial menjadi tolok ukur program ini dapat berjalan secara efektif dan efisien atau tidak, tepat sasaran atau tidak, serta ada output yang benar-benar didapatkan bagi masyarakat terdampak ataukah tidak. Sinergi para pemangku kebijakan di desa yang didukung dengan partisipasi yang tinggi dari masyarakat merupakan factor penentu keberhasilan program Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari dana Desa.